Jika anda melihat seseorang rela menempuh jarak yang jauh demi menyaksikan pertandingan tim sepak bola kebanggaanya, jangan kaget. Jika anda menemui seorang teman yang rela menyisihkan uang makannya demi membeli tiket konser grup musik kesayangannya, anda juga jangan heran. Atau yang lebih menakjubkan, jangan kaget jika anda mendengar bahwa sebuah grup musik berhasil menjual habis merchandise nya dalam beberapa jam tanpa proses iklan dan promosi. Hal tersebut adalah bukti bagaimana “Komunal Brand” menunjukan keajaibannya.
Masyarakat bisa sangat loyal terhadap suatu brand yang memiliki nilai kedekatan dengan dirinya. Entah berdasarkan kedekatan emosional, maupun fisik. Itulah yang menyebabkan seseorang tanpa pikir panjang membeli atau melakukan sesuatu demi memuaskan dirinya atas brand tersebut. Perasaan dan loyalitas tersebut datang dari pemahaman psikologis, dalam kasus keseharian tentunya anda sangat mencintai sosok ibu anda meski beliau sering melarang dan memarahi di masa kecil.
Menurut Subiakto yang akrab disapa Pak Bi, salah satu praktisi brand Indonesia, komunal brand adalah brand milik rakyat atau milik bersama dalam sebuah komunitas. Komunal Brand milik rakyat atau umum bisa terjadi pada komunitas bangsa, provinsi, kota, desa, bahkan kampung atau gang. Dalam tataran di bawah negara, ada beberapa Komunal Brand milik komunitas kota seperti Loenpia Semarang, Asinan Bogor, Bika Ambon Medan, Palubasa Makasar, dan lain-lain. Anda pasti familiar dengan nama-nama itu kan? Misalnya, ingat Tegal, Anda ingat warteg nya.
Kita lihat pula bagaimana Harley Davidson sukses “menggarap” segmen kelas A untuk loyal membeli motor besar mereka yang memiliki keunggulan tak hanya secara fisik namun telah terbangun emotional benefit di dalamnya. seperti dalam hal prestise, derum mesin, dan sebuah keunikan rem dengan istilah “senin – kamis” (Senin direm, berhenti Kamis). Berkaca juga pada iPod yang mengangkat diri mereka dengan kampanye community marketing yang sangat kental.
Hebatnya, semua brand yang tersebut diatas tidak hanya membutuhkan waktu yang lama tetapi juga uang yang sangat besar yang notabene hanya dimiliki oleh segelintir kelompok – kelompok tertentu saja, namun ternyata berhasil menembus pasar diluar target karena telah terbentuk ‘kedekatan’ yang menjadi unsur penting dalam sebuah kedahsyatan bernama “Komunal Brand”.
Jika kedekatan secara batin sudah terbangun, sejauh dan semahal apapun sebuah produk akan tetap dikejar oleh para partisipannya.